InfoEkonomi.ID – Sosok Sari Soegondo familiar di kalangan agensi public relatios (PR). Namanya semakin dikenal luas setelah menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) periode 2023-2026.
Peraih gelar Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) pada 1999 ini memulai karirnya sebagai konsultan junior pada sebuah agensi periklanan dan pernah pula menjabat sebagai PR officer untuk External Communications di sebuah bank swasta nasional sebelum akhirnya ia tercatat sebagai salah satu pendiri dan menjabat Direktur Eksekutif dari ID COMM pada 2014.
Kepada Redaksi InfoEkonomi.ID, Rabu (27/3), “wonder woman” yang pernah merambah ke dunia media hiburan dan gaya hidup ini menjelaskan, bagaimana dunia digital telah menjadi salah satu dari ragam culture shock bagi dunia PR perusahaan di tengah era disrupsi teknologi. Berikut kutipan hasil wawancaranya.
Bagaimana pandangan Anda tentang strategi digital PR perusahaan dalam mengelola opini publik terhadap brand dan membantu membangun narasi positif perusahaan?
Tentu saja, sejak disrupsi teknologi digital, alat kerja dan cara kita berkomunikasi berubah – menjadi semakin digital. Saat ini, cara menciptakan kesadartahuan (awareness), cara membangun pemahaman, cara menarik dukungan dan keberpihakan, bahkan cara mendorong perubahan perilaku, atau membangun momentum penjualan dan memfasilitasi transaksi pun, kini dapat dilakukan melalui media digital (media sosial) yang terbukti dampaknya sangat besar.
Oleh karenanya, kemampuan perusahaan dalam melakukan komunikasi digital semakin dibutuhkan – setidaknya selama satu setengah dekade terakhir. Perusahaan dapat menyampaikan narasi-narasinya, membentuk opini, memperkuat citra dan menjaga reputasi perusahaan lebih banyak melalui media sosial tanpa terbatas ruang dan waktu. Seiring dengan kebutuhan strategis ini, tim perusahaan perlu menguasai strategi komunikasi digital yang mumpuni.
Di satu sisi komunikasi digital bersifat sangat luwes, fleksibel, dekat dengan khalayak, dan interaktif – setara dengan komunikasi interpersonal yang mikro. Tetapi di sisi lain, komunikasi digital bisa menjadi terlalu cair, rentan hoax dan serangan langsung, sulit membendung viralisasi oleh para pihak di luar kontrol organisasi, serta sukar untuk dihapus jejaknya bilamana ada hal-hal negatif yang berpotensi merugikan perusahaan. Hal-hal ini yang perlu diantisipasi secara cermat oleh perusahaan, dan kepiawaian seorang digital communication strategist menjadi kuncinya.
Menurut pendapat Anda, apa peran utama digital PR dalam menjaga reputasi perusahaan dan memperkuat citra brand di era digital?
Penyampaian pesan dan implementasi kegiatan PR melalui saluran digital secara strategis, memang terbukti dapat menjaga reputasi dan memperkuat citra brand. Story telling mengenai brand dapat disampaikan dalam timeline yang kita atur sendiri sedemikian rupa, sehingga lebih konsisten dan berkesinambungan. Berbagai program dan kegiatan brand, bukti kerja, pencapaian, profil mereka di balik brand, dan bahkan pengalaman langsung konsumen dapat dipresentasikan secara visual, gestur baik brand dapat ditunjukkan, dan komunikasi dua arah juga dapat diciptakan melalui saluran digital, sehingga ini semua menjadi daya tarik yang besar untuk membentuk reputasi dan memperkuatnya.
Belakangan ini, banyak perusahaan atau pemilik brand bahkan lebih berhati-hati dalam hal pemilihan saluran media sosialnya. Tidak semua saluran digunakan, hanya sedikit saja yang dianggap paling efektif untuk menjangkau khalayaknya dan paling mudah dikelola. Jadi meski kita semua mengakui era omnichannels saat ini, tidak pula serta merta kita harus berada di semua saluran jika hal tersebut dianggap kurang tepat.
Bagaimana pemanfaatan platform online dalam menjalankan digital PR dapat memperkuat keterlibatan masyarakat dan membangun hubungan yang lebih baik dengan netizen?
Berkat adanya teknologi digital, kini PR bisa merumuskan target audiens-nya dengan lebih tepat bahkan hingga ke tataran psikografi dan perilakunya. Dunia perbankan adalah salah satu yang terdepan dalam hal pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dan memahami persis kebiasaan nasabah atau target nasabah potensialnya. Micro-targetting semacam ini memudahkan tim komunikasi pemasaran perusahaan untuk membangun hubungan dan melibatkan audiens dengan lebih baik, memberikan informasi yang dibutuhkan, menceritakan kisah-kisah yang inspiratif sesuai aspirasi mereka, merespon dengan tepat, dan seterusnya.
Saluran digital memang memungkinkan interaktivitas antara brand, perusahaan, atau pemilik pesan, dengan target sasaran khalayak atau konsumennya. PR di era digital menjadi fenomenal sebagai titik terbentuknya komunitas online yang kuat – yang dulu tidak pernah terbayangkan. Brand dan perusahaan makin tinggi kesadarannya untuk membentuk komunitas pendukung dan loyalis secara digital, netizen pun menjelma menjadi suatu kekuatan yang mampu mengontrol perilaku brand dan perusahaan – menjadikan dunia usaha dan pemilik pesan lebih berhati-hati dalam operasinya. Taktik pemanfaatan suara pemimpin opini atau pemimpin tren pun kini dipikirkan secara lebih strategis, dan sebaliknya para sosok pemengaruh juga tampak lebih sadar akan peran mereka.
Langkah konkret apa saja yang seharusnya dilakukan perusahaan dalam merancang strategi PR untuk menangani krisis atau situasi yang mempengaruhi reputasi perusahaan?