Dalam upaya modernisasi sistem perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menghadirkan Coretax, sebuah sistem administrasi pajak digital yang mengintegrasikan berbagai layanan perpajakan dalam satu platform terpadu.
Coretax dirancang untuk menyederhanakan proses administrasi bagi wajib pajak, meningkatkan transparansi, serta mempercepat transaksi perpajakan melalui digitalisasi.
Sistem ini mencakup layanan seperti DJP Online, e-Nofa, pembayaran pajak, serta pertukaran informasi (Exchange of Information/EoI), yang dapat diakses melalui Portal Wajib Pajak.
Dengan antarmuka yang tersedia dalam bahasa Indonesia dan Inggris, serta dua tampilan yang disesuaikan untuk petugas pajak dan wajib pajak, Coretax diharapkan mampu memberikan pengalaman yang lebih efisien dan terintegrasi dalam pengelolaan kewajiban perpajakan di Indonesia.
Berkenalan dengan Coretax
Untuk memastikan keamanan akses, Coretax menerapkan mekanisme yang ketat. Setiap Wajib Pajak hanya memiliki satu akun pribadi, yang tidak dapat dibagikan kepada pihak lain.
Bagi Wajib Pajak Badan atau Instansi Pemerintah, wajib menunjuk satu PIC Utama, yang bertanggung jawab penuh terhadap akses administrasi pajak perusahaan. PIC ini dapat memberikan akses kepada wakil atau kuasa (PIC TKU) sesuai dengan kebutuhan perusahaan atau instansi.
Yoyon Hardhianto, Penyuluh Pajak Kanwil Ditjen Pajak Jakarta, menjelaskan kepada APPRI bahwa, “PIC memiliki otoritas penuh atas administrasi pajak suatu entitas. Mereka dapat membuat, mengubah, dan mengelola berbagai aspek perpajakan yang diperlukan. Namun, pemilik usaha tidak selalu dapat menangani semuanya sendiri, sehingga perlu menunjuk orang yang bertanggung jawab untuk masing-masing peran.”
Selain itu, pengguna dalam sistem ini diberikan peran spesifik, seperti Annual Tax Drafter (penyusun laporan pajak) atau Annual Tax Signer (penandatangan laporan pajak), untuk memastikan pembagian tugas yang jelas dalam proses administrasi perpajakan.
Tahapan pemberian hak akses dalam Coretax dilakukan secara bertahap. PIC harus masuk ke sistem dengan akun yang sesuai, lalu menentukan wakil atau kuasa yang akan diberikan peran tertentu.
Setelah itu, PIC menetapkan hak akses pengguna sesuai dengan tugasnya, seperti pembuatan dan penandatanganan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Proses ini memastikan bahwa akses dalam sistem diberikan secara terstruktur dan terkontrol, sehingga dapat mengurangi risiko penyalahgunaan akun pajak.
Dalam pelaporan pajak melalui Coretax, wakil atau kuasa yang telah diberikan akses dapat melakukan pelaporan setelah masuk ke sistem. Coretax juga menyediakan fitur impersonation, yang memungkinkan akses akun atas nama wajib pajak badan. Namun, fitur ini hanya dapat digunakan jika PIC telah ditetapkan dalam sistem, sehingga tetap menjaga kontrol administratif yang ketat.
Yoyon melanjutkan, “PIC dapat menetapkan beberapa peran dengan akses sesuai kebutuhan. Kendala yang sering terjadi adalah ketika PIC tidak tersedia atau data PIC tidak sesuai, yang menyebabkan akses menjadi terhambat. Oleh karena itu, sinkronisasi data sangat penting agar sistem dapat digunakan dengan optimal dan aman.”
Selain itu, penetapan akses drafter dan signer harus dilakukan secara sistematis oleh PIC untuk memastikan pelaporan pajak berjalan dengan lancar tanpa hambatan teknis.
Coretax juga menghadirkan kemudahan dalam pembayaran pajak. Sistem ini memungkinkan penggunaan Kode Billing Multi Akun, di mana satu kode dapat digunakan untuk membayar beberapa jenis pajak sekaligus.
Tersedia juga akun Deposit Pajak, yang memungkinkan wajib pajak melakukan penyetoran pajak lebih awal untuk menghindari keterlambatan pembayaran. Coretax juga menyediakan fitur Permohonan Wajib Pajak, yang memungkinkan pengguna mengajukan pemindahbukuan, restitusi, dan imbalan bunga baik secara online maupun langsung melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Untuk mendukung kemudahan transaksi, Coretax telah terintegrasi dengan berbagai kanal pembayaran perbankan, sehingga memungkinkan proses pembayaran pajak yang lebih cepat dan akurat.
Selain itu, sistem ini juga menyediakan dasbor pajak, yang memberikan informasi mengenai kode billing aktif yang masih berlaku dan belum dibayarkan, membantu wajib pajak dalam memantau kewajiban perpajakan mereka secara real-time.
Sebagai sistem perpajakan digital yang inovatif, Coretax diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, serta pengalaman pengguna dalam pengelolaan pajak di Indonesia.
Dengan berbagai fitur yang terintegrasi, mulai dari administrasi akun, pelaporan pajak, hingga pembayaran yang lebih fleksibel, sistem ini menjadi langkah maju dalam transformasi digital sektor perpajakan di Indonesia.
Dampak Coretax terhadap Administrasi Pajak di Indonesia
Penerapan Coretax telah membawa perubahan signifikan dalam cara wajib pajak mengakses layanan perpajakan di Indonesia. Proses yang sebelumnya dilakukan secara manual kini beralih ke digital, mencakup berbagai layanan seperti pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), hingga pembayaran pajak.
Transformasi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam administrasi perpajakan.
Selain itu, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 sebagai landasan hukum bagi implementasi Coretax. Peraturan ini mengatur berbagai aspek perpajakan terkait pelaksanaan sistem baru, termasuk prosedur pendaftaran wajib pajak, pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), mekanisme pembayaran dan penyetoran pajak, serta penyampaian dan pengelolaan SPT.
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, implementasi Coretax diharapkan dapat membawa manfaat jangka panjang bagi sistem perpajakan Indonesia. Dengan integrasi layanan perpajakan dalam satu platform digital, diharapkan proses administrasi pajak menjadi lebih sederhana, cepat, dan transparan, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan optimalisasi penerimaan negara.
“Kalau dibandingkan dari isu bulan Januari, Coretax sudah melalui banyak improvement. Dan diperkirakan akan mencapai level maksimal dalam beberapa bulan mendatang.” ucap Vincent King, MBA, BKP, KAP Irfan & Rekan, kepada APPRI (02/14).
Untuk mendukung keberhasilan implementasi Coretax, diperlukan upaya sosialisasi dan pelatihan yang intensif bagi wajib pajak. Hal ini penting agar pengguna dapat beradaptasi dengan sistem baru dan memanfaatkan fitur-fitur yang tersedia secara optimal.
Selain itu, peningkatan kapasitas dan stabilitas sistem juga menjadi prioritas agar layanan perpajakan dapat berjalan tanpa hambatan di masa mendatang.
Sosialisasi DJP dalam APPRI Connect
Peran DJP dalam mengedukasi masyarakat tentang penggunaan Coretax sangat krusial. Diperlukan panduan dan pelatihan yang komprehensif agar wajib pajak dapat beradaptasi dengan sistem baru ini.
Selain itu, transparansi dalam menyampaikan kendala dan upaya perbaikan yang dilakukan akan membantu memperbaiki citra pelayanan pajak di Indonesia.
Untuk mendukung upaya edukasi ini, Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia (APPRI) menggandeng Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menggelar Seminar APPRI Connect terkait Coretax bertajuk “Belajar Pajak Tanpa Ribet” pada hari Jumat, 14 Februari 2025.
Terbuka bagi seluruh member dan non-member APPRI, seminar ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih mendalam kepada perusahaan-perusahaan PR di Indonesia mengenai sistem perpajakan digital, khususnya dalam hal pelaporan pajak, pembayaran, serta kepatuhan pajak bagi perusahaan jasa komunikasi dan PR.
Dalam sesi APPRI Connect ini, Yoyon Hardhianto menjelaskan berbagai fitur Coretax yang berkaitan dengan pajak badan, mekanisme pembayaran, serta pelaporan pajak tahunan yang kini terintegrasi dalam satu sistem.
Selain itu, Yoyon Hardhianto juga membahas tantangan dan solusi teknis terkait kendala yang sering dihadapi oleh perusahaan dalam menggunakan Coretax.
Menurut laporan dari MUC Consulting, DJP telah mengidentifikasi 22 kendala utama yang dikeluhkan wajib pajak dalam implementasi Coretax, seperti kesulitan akses sistem, ketidaksesuaian data pajak, serta kendala teknis dalam pelaporan dan pembayaran pajak.
Dalam APPRI Conect ini, APPRI mengharapkan seluruh member maupun perusahaan lainnya memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai penggunaan Coretax, sehingga mereka dapat lebih siap dan terampil dalam mengelola kewajiban perpajakan mereka secara digital.
Dengan adanya pelatihan ini, DJP menunjukkan komitmennya dalam mendukung transisi dunia usaha, termasuk industri Public Relations, menuju sistem perpajakan digital yang lebih transparan dan efisien.
Sosialisasi yang lebih luas serta pelatihan yang berkelanjutan diharapkan dapat mempercepat adaptasi para pelaku industri terhadap Coretax, sekaligus meningkatkan kepatuhan pajak di sektor jasa komunikasi dan PR di Indonesia.
Implementasi Coretax merupakan langkah maju dalam modernisasi administrasi perpajakan di Indonesia. Sistem ini bertujuan mengintegrasikan berbagai layanan perpajakan dalam satu platform digital, sehingga diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi layanan pajak.