Perbincangan di media sosial di Indonesia berisik sekali beberapa bulan terakhir ini. Informasi, komentar, opini, meme, direkayasa untuk menjatuhkan kredibilitas pihak lawan politik. Kebencian ditebar, informasi tanpa fakta disebar, fitnah pun dilempar. Viral yang buruk membuat Indonesia yang indah dan mempesona menjadi tak mendapat tempat di hati jutaan wisatawan asing yang ingin berkunjung ke Indonesia. Cuitan di twitter dan facebook yang saling mencibir adalah hal yang kontra produktif dengan kampanye Wonderful Indonesia. Ada persepsi buruk yang kemudian muncul karena situasi politik ini.
Bagaimana kita melihat keadaan ini? Saya tertarik dengan ajakan Ketua Perhumas Agung Laksamana yang dalam Konvensi Nasional Humas sepekan silam di Bandung, mengajak para praktisi kehumasan, baik di jajaran swasta maupun pemerintah, bersama-sama menjadi agent of change dengan motto Indonesia Bicara Baik.
Untuk bisa menjadi agent of change yang berbicara baik, kita harus bercakap dengan baik dan tepat. Makna Indonesia Bicara Baik, menurut saya cukup dalam. Ketika kita berbicara, isi pembicaraan dan cara kita menyampaikan menunjukkan siapa kita sebagai bagian dari Indonesia. Tata krama menjadi bagian penting dari bicara baik.
Di sini, hati nurani bekerja. Hati nurani tidak dapat berbohong. Hati nurani merupakan norma yang menjadi inti dari kata hati, dan norma ini memandu manusia dalam mengambil keputusan yang bermoral. Saya mengaitkan Kehumasan atau Public Relations (PR) dengan hati nurani karena ketika seorang PR Officer atau seorang Konsultan PR bekerja, dia akan bertanya pada dirinya, bagaimana “aku menyikapi hal ini,” bagaimana “aku melihat kasus ini.” Kita pasti akan memberikan penilaian yang baik dan benar. Kebenaran akan menyertai hati nurani.
Ketika ada krisis yang terjadi, pasti banyak pertimbangan dan ide untuk eksekusi-eksekusi program kehumasannya. Disinilah hati nurani bekerja. Tidak semata-mata fee yang diperhitungkan oleh seorang Konsultang PR, kreativitas untuk menyelesaikan krisis tersebut menjadi dasar utama terhadap program-program yang dieksekusi nantinya. Akan banyak kepentingan yang masuk di dalam eksekusi tersebut. Hati nurani akan bertanya, melihat kenyataan siapa yang paling diuntungkan oleh krisis tersebut, siapa yang dirugikan. Jangan sampai ada yang dirugikan, bagaimana menjaga perasaan pihak-pihak yang dapat dirugikan karena masalah yang timbul. Tidak hanya akal sehat yang kreatif saja yang bekerja namun justru hati nurani yang lebih berperan.
Henry David Thoreau, seorang filsuf terkenal pada abad 18 di Amerika, menuliskan mengenai hati nurani perusahaan. Thoreau yang sering membuat kontroversial dengan opininya di jaman itu, mengatakan bahwa cukup sudah mengatakan bahwa perusahaan tidak mempunyai hati nurani. Namun sebuah perusahaan terdiri dari orang-orang yang memiliki hati nurani, kelembutan jiwa dan budi pekerti tetaplah merupakan sebuah perusahaan dengan hati nurani.
Ucapan tadi banyak dikutip dan merupakan kata-kata yang kuat dan perlu diresapi. Alangkah baiknya bila kata itu terus diingat oleh praktisi PR karena memberikan makna yang dalam dan benar.
Hati nurani merupakan kualitas dasar dalam seorang PR bekerja. Hati nurani memberikan pedoman bagi seseorang, bagi organisasi maupun kelompok masyarakat agar dapat membedakan mana yang dianggap benar dan mana yang salah atau tidak tepat, mana yang adil bagi siapa, mana yang dianggap tidak adil; mana yang jujur dan mana yang dibungkus dengan kebohongan. Hati nurani bekerja sekaligus dengan norma dan nilai yang dianggap benar.
Kembali ke Indonesia Bicara Baik. Saya selalu ingin menjadi bagian Bicara Baik. Tidak hanya dalam konteks yang sempit , seperti bicara dengan kolega, dengan anak buah di kantor, dengan teman di lingkungan rumah kita, namun di setiap saat Bicara baik itu harus dilakukan dengan sadar.
Bicara Baik bagi public relations merupakan suatu keharusan. Ingat saja, kalau kita sudah mulai terprovokasi oleh sesuatu maka ingat : Bicara Baik. Hal yang baik pasti akan memberikan pengaruh positif pada lingkungan kita. Bila semua PR menjalankan ini pasti orang-orang di sekitarnya akan ikut Bicara Baik bagi Indonesia.
Di dalam kesempatan pertemuan KNH tersebut banyak hal positif dan menarik dapat dipetik. Melihat keberhasilan yang telah dicapai berbagai korporasi dan institusi dan bagaimana para PR Officer nya bekerja, saya yakin mereka bekerja dengan hati nurani . Banyak praktisi PR muda yang energik dan cerdas dan mereka diharapkan menjadi agen yang pengubah, agent of change yang meneruskan Bicara Baik. Dan tentu saja, hal ini dimulai dari sekarang oleh masing-masing diri kita. Hati nuranilah yang menuntun para praktisi muda untuk berkarya terus dan menyuarakan yang baik, bersuara dengan baik, berbicara dengan baik.
Hati nurani bagi pelaku atau praktisi PR atau kehumasan adalah suatu keharusan. Seperti telah diungkapkan di atas bahwa hati nurani yang akan membedakan sesuatu adalah benar atau salah, adil atau tidak adil, jujur atau bohong. Praktisi PR harus jujur, harus adil bagi pemangku kepentingan, harus mengedepankan yang benar. Sering disebutkan oleh para praktisi senior bahwa tidak setiap hal yang benar harus diucapkan, dikatakan atau dipublikasikan, namun setiap hal yang kita, pelaku atau praktisi kehumasan, katakan harus benar.
Banyak pelajaran yang terkait dengan peran PR terjadi di sekeliling kita. Kita masih ingat bagaimana kasus lumpur Lampindo Sidoarjo yang sangat menyengsarakan masyarakat. Kehidupan masyarakat di sekitar kawasan PT Lampindo Sidoarjo hancur luluh lantak, karena mereka harus meninggalkan kampung halaman yang telah dihuni puluhan tahun dan turun temurun. Pengelola Lapindo, tidak pernah secara transparan menyampaikan apa yang sebenarnya menjadi penyebab meluapkan lumpur dari kawasan tersebut. Justru menggunakan pihak ketiga yang seakan-akan mendukung pendapat mereka, bahwa luapan lumpur tersebut karena proses alam lumpur volcanic yang meremobilisasi sedimen laut jutaan tahun silam. Namun kenyataannya musibah tersebut akibat tidak terkendalinya operasi pengeboran.
Sungguh pembuat keputusan petinggi PT Lapindo Brantas tidak memiliki hati nurani. Pun tim PR yang menggawangi garda terdepan perusahaan dan menjadi jembatan dengan para stakeholders, tidak mampu mengetengahkan hati nuraninya. Pernyataan-pernyataan yang mereka berikan kepada khalayak justru membohongi demi kepentingan sepihak.
Contoh kasat mata yang lain adalah perilaku anggota DPR yang sering bepergian keluar negeri dengan dalih studi banding. Perilaku mereka di luar negeri tidak menunjukkan citra yang tepat sebagai wakil rakyat dan tanpa hati nurani mereka membohongi rakyat yang telah memilih. Mereka itu seharusnya ‘bertindak sebagai humas pemerintah dan rakyat Indonesia’ namun sayangnya perilaku mereka tidak mencerminkan hal tersebut. Dan pihak humas DPR RI pun menutup-nutupi kejadian tersebut, tidak transparan memberikan penjelasan. Membohongi publik bukanlah perilaku yang berhati nurani.
Praktisi kehumasan – Public Relations dituntut untuk mampu menyampaikan kebenaran sepahit apapun, dengan cara penyampaiannya yang tepat, baik dan profesional. Bicaranya harus baik dan menggunakan hati nurani.
Karakter ini yang harus dikembangkan para praktisi PR Indonesia, karena pengetahuan dan kerja Kehumasan sudah menjadi kebutuhan baik bagi perusahaan maupun institusi. Perkembangan ilmu komunikasi khususnya Public Relations berkembang sangat bagus di negeri kita tercinta. Berbagai organisasi dan kelompok masyarakat kehumasan lahir dan bertumbuh positif. Makin banyak pakar komunikasi, khususnya kehumasan yang sangat peduli dengan pengembangan karakter para praktisinya.
Ada Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia, ada Perhimpunan Humas Masyarakat, Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat, Ikatan Pranata Humas, Public Relations Society, EGA Briefings, dan komunitas-komunitas yang memiliki tujuan menghimpun dan menjadi tempat berbagi para praktisi PR, dan sebagainya. Semua yang terkait dengan pekerjaan humas – public relations merupakan orang-orang atau institusi yang intinya ingin mencapai good image, goodwill dan mutual understanding, mutual confidence serta mutual appreciation dan tolerance (Soemirat, 2004: 14).
Keenam tujuan tersebut pelaksanaanya didasari dengan hati nurani. Dengan hati nurani kita bicara baik. Dengan hati nurani kita mencapai tujuan-tujuan Public Relations dan dengan hati nurani kita menjadi bagian dari agent of change untuk Indonesia yang berbicara baik. Mari Bicara Baik, untuk Indonesia.
Oleh : Tipuk Satiotomo, Chairman Asosiasi Perusahaan PR Indonesia (APPRI)