Para praktisi humas dituntut untuk bersaing secara profesional guna menghadapi pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 yang tinggal selangkah lagi.
Tergelitik dengan tantangan ini, sejumlah orang melahirkan kembali Asosiasi Perusahaan PR Indonesia (APPRI) di Grand Melia Jakarta, Selasa, 28/4.
Salah satu pendiri APPRI, Miranti Abidin mengaku gembira dengan re-bornnya APPRI. Terlebih, munculnya sejumlah generasi muda yang ikut bergabung membuat optimismenya makin kuat bahwa APPRI akan berkembang di tengah tantangan banyaknya perusahaan yang akan merger atau akuisisi yang mendatangkan persaingan di level internasional.
Marzuki Usman, salah satu sesepuh APPRI, menegaskan bahwa mau tidak mau dan suka tidak suka MEA harus dihadapi.
“APPRI harus kerja keras karena tinggal 7 bulan di tengah maraknya tenaga ahli yang makin terampil. Jangan sampai nanti Indonesia diisi orang ASEAN. Celaka kalau orang Indonesia terusir dari negeri sendiri,” tandasnya. Ia pun berpendapat, kalau perusahaan humas asing masuk indonesia maka sertifikasinya harus di Indonesia.
Berbicara soal MEA, Ketua APPRI, Tipuk Satiotomo mengakui bahwa MEA membawa dampak positif yakni terbukanya lapangan kerja secara luas, namun sekaligus juga membuat semakin ketat persaingan industri.
“Jika tidak disiapkan maka negara kita akan menjadi pasar dari konsultan asing dan konsultan PR kita hanya menjadi penonton di negeri sendiri karena tidak mampu bersaing.”
Ditandaskan Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi Indonesia (BNSP), Sumarna F. Abdurahman bahwa agar memiliki daya saing, pihak industri diharapkan dapat segera menyiapkan sistem pelatihan kerja dan sertifikasi berbasis Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).